Menuju Sumedang, Kota Nongkrong Jawa Barat
Pada postingan sebelumnya, kami sempat membahas mengenai pentingnya nongkrong untuk menstimulus generasi muda untuk berkreatifitas. Untuk hal nongkrong-nongkrongan, kami cukup serius untuk mencari tahu apakah anak muda di Sumedang masih bisa berkomunikasi secara aktif? Apalagi disaat sebuah media lokal meliput tempat kami, rasa penasaran kami terhadap potensi generasi muda disini semakin menjadi-jadi.
Sudah seminggu Kedai Kopi ini open public, dihari-hari pertama kami muncul dimuka publik, respon masyarakat lokal masih terpusat pada mindset, kopi itu tidak pahit. Hal itu bertolak belakang dengan dengan mindset kami bahwa kopi yang sesungguhnya itu digiling, bukan digunting.
Pengunjung baru mulai berdatangan, dan teman kami semakin bertambah. Namun semua itu bertahan diangka yang konstan. Hingga malam minggu (28/10) tiba, sebuah pengalaman baru yang membuktikan paham kami benar atau tidaknya terjadi didepan mata.
Suasana yang diluar dugaan kami, beberapa anak muda dari kalangan yang berbeda datang dan bersantai bersama di Kedai Kopi kami. Mereka semua saling berinteraksi dan bersosialisasi satu sama lain. Kondisi seperti ini membuat kami hectic, tapi sangat membuat kami merasa puas pada malam ini. Rasa penasaran kami terbayar sudah dan membuat kami optimis jika kota ini bisa lebih baik lagi kedepannya.